MAKALAH ETIKA PROFESI DAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
MAKALAH ETIKA PROFESI DAN TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI
“INTELLECTUAL PROPERTY”
Disusun
Oleh: |
|
Muhammad Rizal Fauzi |
(12210784) |
Michelle Trivenna Silalahi |
(12210394) |
Erdaffa Nauval Dhynafa |
(12211164) |
Dwiky Rachmawan |
(12211296) |
Defata Setya Nur Habah |
(12210224) |
Program Studi
Sistem Informasi
Fakultas
Sistem Informasi Universitas Bina Sarana Informatika
Jakarta
2024
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh nilai pada mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi
Komunikasi. Makalah ini berisikan tentang Intellectual
Property. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di
dalamnya, namun kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat, khususnya
bagi ilmu Etika Profesi Teknologi Informasi Komunikasi.
Dalam proses penyusunannya, kami banyak dibantu
oleh berbagai pihak yang turut mendorong kemajuan dan ketelitian dalam
penulisan ini. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, membimbing, serta mendoakan kami dalam penyusunan karya tulis
ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
dan dapat berkontribusi pada perkembangan ilmu Etika Profesi Teknologi
Informasi Komunikasi.
Bekasi, 08 Juni 2024
Penyusun
DAFTAR ISI
MAKALAH
ETIKA PROFESI DAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN
BAB I
...........................................................................................................................
1
PENDAHULUAN
.......................................................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah
............................................................................ 1
1.2. Maksud dan Tujuan ....................................................................................
2
1.3. Batasan Masalah
........................................................................................
3
BAB II
..........................................................................................................................
4
LANDASAN TEORI ...................................................................................................
4 2.1. Pengertian Cyber
Espionage
...................................................................... 4
2.2. Sejarah Cybercrime
....................................................................................
4
2.3. Definisi Cybercrime
...................................................................................
5
2.4. Jenis-jenis Cybercrime
...............................................................................
5
2.5. Peranan Cyberlaw
......................................................................................
7
BAB III
........................................................................................................................
9
PEMBAHASAN
ATAU ANALISA KASUS
............................................................... 9
3.1. Motif Terjadinya Cyber Espionage
............................................................ 9
3.2. Penyebab Terjadinya Cyber Espionage
................................................... 11
3.3. Penanggulangan Cyber Espionage
.......................................................... 13
BAB IV ......................................................................................................................
17
PENUTUP
..................................................................................................................
17
4.1. Kesimpulan
..............................................................................................
17
4.2. Saran
........................................................................................................
18
DAFTAR
PUSTAKA
.................................................................................................
20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan
salah satu aspek penting dalam perkembangan ekonomi dan teknologi di era
globalisasi. HKI mencakup berbagai bentuk perlindungan hukum terhadap karya
cipta, merek dagang, paten, desain industri, rahasia dagang, dan indikasi
geografis yang bertujuan untuk melindungi hasil kreativitas dan inovasi dari
individu maupun perusahaan.
Di era digital seperti saat ini,
pelanggaran HKI menjadi semakin mudah dilakukan. Kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi mempermudah akses dan distribusi karya-karya kreatif, namun juga
meningkatkan risiko pembajakan dan pemalsuan. Hal ini menyebabkan kerugian yang
signifikan bagi pemegang hak, baik dari segi finansial maupun reputasi.
Masalah pelanggaran HKI tidak hanya
terjadi di negara-negara berkembang, tetapi juga di negara-negara maju.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk memperkuat regulasi dan penegakan
hukum terkait HKI, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Kurangnya
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya HKI, keterbatasan sumber daya
penegakan hukum, serta kompleksitas dan biaya tinggi dalam proses pendaftaran
dan perlindungan HKI menjadi beberapa hambatan utama.
Selain itu, persaingan global yang semakin
ketat menuntut para pelaku bisnis untuk terus berinovasi dan mengembangkan
produk-produk baru. Tanpa perlindungan HKI yang memadai, insentif untuk
berinovasi dapat menurun karena kekhawatiran akan pembajakan atau peniruan oleh
pihak lain. Oleh karena itu, perlindungan HKI yang efektif menjadi kunci
penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan dan inovasi.
Melihat kompleksitas dan pentingnya isu
ini, penelitian lebih lanjut mengenai strategi perlindungan HKI yang efektif
dan berkelanjutan sangat diperlukan. Hal ini tidak hanya bertujuan untuk
melindungi hak-hak pemilik karya, tetapi juga untuk mendorong iklim inovasi
yang sehat dan berkelanjutan di berbagai sektor industri.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memahami
secara mendalam isu-isu terkait dengan hak kekayaan intelektual (HKI) dan
implikasinya terhadap perkembangan ekonomi dan inovasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan utama yang dihadapi dalam
perlindungan HKI, serta mengeksplorasi strategi-strategi efektif yang dapat
diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut.
Tujuan
1. Mengkaji dampak pelanggaran HKI terhadap
perekonomian dan industri kreatif.
2. Menganalisis regulasi dan kebijakan yang
ada terkait HKI di berbagai negara, serta efektivitasnya dalam melindungi
hak-hak pemilik karya.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penegakan hukum HKI.
4. Menyusun rekomendasi strategi perlindungan
HKI yang dapat diterapkan di tingkat nasional dan internasional.
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan para
pelaku industri mengenai pentingnya HKI dan cara-cara melindunginya.
1.3. Batasan Masalah
Cakupan
penelitian ini terbatas pada analisis hak kekayaan intelektual (HKI) dalam
konteks perlindungan hukum terhadap karya cipta, merek dagang, paten, desain
industri, dan rahasia dagang. Aspek HKI lainnya seperti indikasi geografis dan
varietas tanaman tidak menjadi fokus utama penelitian ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Intellectual Property
Hak Kekayaan
Intelektual dapat
dideskripsikan sebagai hak
atas kekayaan yang timbul
atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia (Saiin
et al., 2021)
2.2. Sejarah Cybercrime
Cybercrime atau kejahatan dunia maya merupakan
fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi. Awal mula
cybercrime dapat ditelusuri hingga tahun 1988 ketika seorang mahasiswa
menciptakan sebuah worm atau virus yang berhasil menyerang program komputer dan
mematikan sekitar 10% dari seluruh komputer di dunia yang terhubung ke
internet. Namun, benih-benih cybercrime sebenarnya sudah ada sejak tahun
1950-an. Pada masa itu, mahasiswa di Massachusetts Institute of
Technology (MIT) mulai mengeksplorasi jaringan telepon dan sistem kontrol di
Tech Model Railroad Club serta menyusun komputer di MIT Artificial Intelligence
Laboratory. Meskipun pada saat itu niat mereka adalah untuk mengembangkan
teknologi informasi, bukan untuk melakukan kejahatan, eksplorasi ini menjadi
dasar bagi perkembangan cybercrime di kemudian hari.
Seiring berjalannya waktu, teknologi komputer dan
informasi semakin maju dan menyebar ke seluruh dunia. Pada tahun 1990, muncul
gelombang baru yang lebih memanfaatkan teknologi informasi untuk melakukan
kejahatan. Para pelaku cybercrime mulai menyerang situs-situs milik publik
maupun pribadi untuk mencari kesenangan atau keuntungan, sehingga istilah
cybercrime atau kejahatan maya pun lahir. Perkembangan teknologi yang pesat
telah memberikan peluang baru bagi cybercrime untuk terus berkembang dan
menimbulkan ancaman serius di dunia digital
(Raodia,
2019).
2.3. Definisi Cybercrime
Cybercrime merupakan kejahatan virtual yang
memanfaatkan media komputer yang terhubung ke internet untuk mengeksploitasi
komputer lain yang juga terhubung ke internet (Djanggih dan Qamar, 2018).
Cybercrime diatur dalam Undang-Undang
Transaksi Elektronik Nomor 8 Tahun 2011 yang telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 ("UU ITE"), khususnya pada pasal 27
hingga 30 yang mengatur tentang perbuatan yang dilarang. Lebih lanjut, aturan
tentang hacking diatur dalam pasal 30 ayat (1), (2), dan (3).
Kasus cybercrime terhadap keamanan data sering
kali saling terkait, di mana pembobolan data dari individu, organisasi,
perusahaan, bahkan instansi pemerintah dapat digolongkan sebagai kejahatan
siber. Menurut data dari POLRI pada bulan April 2020, terdapat 937 kasus
cybercrime yang dilaporkan. Dari jumlah tersebut, tiga jenis kasus dengan angka
tertinggi adalah kasus konten provokatif, ujaran kebencian (hate speech), yang
paling banyak dilaporkan dengan 473 kasus, diikuti oleh penipuan online dengan
259 kasus, dan konten pornografi dengan 82 kasus (Sutejo et al., 2022).
2.4. Jenis-jenis
Cybercrime
Berdasarkan jenis aktivitasnya, cybercrime dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis (Suhaemin & Muslih, 2023):
1. Unauthorized
Access
Kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam
sistem jaringan komputer secara tidak sah.
2. Illegal
Contents
Kejahatan dengan memasukkan data atau informasi yang tidak benar, tidak
etis, dan melanggar hukum ke internet, seperti penyebaran pornografi.
3. Penyebaran
Virus secara Sengaja
Virus
disebarkan melalui email tanpa disadari oleh pengguna.
4. Data
Forgery
Memalsukan
data pada dokumen-dokumen penting di internet.
5. Cyber
Espionage, Sabotage, and Extortion
Memanfaatkan
jaringan internet untuk mata-mata, sabotase, atau pemerasan.
6. Cyberstalking
Mengganggu
atau melecehkan seseorang melalui media internet.
7. Carding
Mencuri
nomor kartu kredit orang lain untuk transaksi perdagangan di internet.
8. Hacking
dan Cracking
Hacker mempelajari sistem secara mendalam, sedangkan cracker memanfaatkan
kemampuan mereka untuk perusakan.
9. Cybersquatting
and Typosquatting
Mendaftarkan atau membuat domain mirip dengan milik perusahaan lain untuk
keuntungan pribadi.
10. Hijacking
Pembajakan
hasil karya orang lain, sering kali dalam bentuk software piracy.
11. Cyber
Terrorism
Tindakan mengancam pemerintah atau warga negara melalui aktivitas di dunia
maya.
Berdasarkan
motif kegiatannya, cybercrime dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Cybercrime
sebagai Tindak Kejahatan Murni
Kejahatan
dengan motif kriminalitas, seperti carding dan spamming.
2.
Cybercrime
sebagai Tindak Kejahatan Abu-abu
Kejahatan
yang sulit dikategorikan, misalnya probing atau portscanning.
Berdasarkan
sasarannya, cybercrime dibagi menjadi beberapa kategori:
1. Cybercrime
yang Menyerang Individu (Against Person)
Sasaran serangan adalah individu, seperti pornografi, cyberstalking, dan
cybertrespass.
2. Cybercrime
yang Menyerang Hak Milik (Against Property)
Menyerang atau mengganggu hak milik
orang lain, seperti pencurian informasi, carding, dan hijacking.
3. Cybercrime
yang Menyerang Pemerintah (Against Government)
Menyerang pemerintah, seperti cyber terrorism yang mengancam situs resmi
pemerintah atau militer.
2.5. Peranan Cyberlaw
Untuk menanggulangi kejahatan siber, diperlukan
adanya hukum siber atau Cyber Law. Cyber Law adalah aspek hukum yang berasal
dari istilah Cyberspace Law, yang meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan
individu atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet
atau elektronik. Ruang lingkupnya dimulai sejak seseorang mulai
"online" dan memasuki dunia maya (Hasan et al., 2024).
Di negara-negara yang sudah maju dalam penggunaan
internet dan teknologi elektronik untuk memfasilitasi berbagai aspek kehidupan,
perkembangan hukum dunia maya sudah sangat pesat. Cyber Law sangat diperlukan
untuk upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana. Cyber Law akan menjadi
dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan yang
menggunakan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang
dan terorisme.
BAB III
PEMBAHASAN ATAU ANALISA KASUS
3.1. Motif Terjadinya
Intellectual Property
Motif terjadinya pelanggaran hak kekayaan
intelektual (Intellectual Property, IP) bisa bermacam-macam, tergantung pada
konteks dan individu atau entitas yang terlibat. Berikut beberapa motif utama:
1. Keuntungan Finansial
Pelanggaran IP
sering terjadi karena individu atau perusahaan ingin mendapatkan keuntungan
finansial dengan cara yang lebih cepat dan mudah. Mereka mungkin memproduksi
barang palsu, meniru desain, atau menggunakan merek dagang tanpa izin untuk
menghindari biaya penelitian, pengembangan, dan pemasaran.
2. Kurangnya Kesadaran
Beberapa orang
atau organisasi mungkin tidak menyadari bahwa mereka melanggar IP orang lain.
Ini sering terjadi di kalangan usaha kecil atau individu yang tidak memiliki
pengetahuan tentang hukum IP.
3. Mengurangi Biaya Produksi
Dengan meniru
produk yang sudah ada, pelaku pelanggaran dapat mengurangi biaya produksi yang
biasanya terkait dengan penelitian dan pengembangan produk baru.
4. Persaingan Tidak Sehat
Perusahaan mungkin
melakukan pelanggaran IP untuk merusak pesaing mereka. Dengan menjiplak produk
atau teknologi pesaing, mereka bisa mengambil pangsa pasar tanpa perlu
mengembangkan inovasi sendiri.
5. Kurangnya Penegakan Hukum
Di beberapa
negara, penegakan hukum terhadap pelanggaran IP mungkin lemah atau tidak
konsisten. Hal ini bisa mendorong pelaku untuk melakukan pelanggaran karena
mereka merasa risiko tertangkap dan dihukum rendah.
6. Kebutuhan Pasar
Ada kalanya
pelanggaran IP didorong oleh permintaan pasar yang tinggi terhadap produk
tertentu yang tidak dapat dipenuhi oleh pemilik IP yang sah, baik karena
keterbatasan produksi atau harga yang tinggi.
7. Akses terhadap Teknologi
Dalam beberapa
kasus, individu atau perusahaan mungkin melanggar IP untuk mendapatkan akses
terhadap teknologi atau inovasi yang penting bagi operasi mereka, terutama jika
teknologi tersebut tidak tersedia secara legal atau harganya terlalu mahal.
Mengatasi pelanggaran IP memerlukan pendekatan
multi-sektoral yang melibatkan hukum yang kuat, penegakan yang efektif, edukasi
publik, serta kerjasama internasional untuk mengurangi insentif bagi
pelanggaran dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menghormati hak kekayaan
intelektual.
3.2. Penyebab
Terjadinya Intellectual Property
Penyebab terjadinya pelanggaran hak kekayaan
intelektual (Intellectual Property, IP) bisa dikategorikan dalam beberapa
faktor utama yang mempengaruhi perilaku individu atau organisasi. Berikut
adalah beberapa penyebab umum:
1. Keuntungan Ekonomi
Pelanggaran IP
sering kali didorong oleh potensi keuntungan ekonomi yang besar. Dengan meniru
produk atau merek yang sudah populer, pelaku bisa menjual barang tiruan dengan
harga lebih murah dan mendapatkan keuntungan cepat tanpa perlu berinvestasi
dalam penelitian dan pengembangan.
2. Kurangnya Kesadaran dan Pendidikan
Banyak individu
atau bisnis kecil yang tidak menyadari pentingnya hak kekayaan intelektual atau
tidak memahami bahwa mereka sedang melanggar hukum. Kurangnya edukasi tentang
IP dapat menyebabkan pelanggaran yang tidak disengaja.
3. Akses Mudah ke Teknologi
Kemajuan teknologi
memudahkan pelanggaran IP, seperti pembajakan digital, pembajakan perangkat
lunak, dan reproduksi ilegal produk fisik. Alat-alat canggih untuk meniru
produk atau konten digital semakin mudah diakses dan digunakan.
4. Penegakan Hukum yang Lemah
Di beberapa
negara, penegakan hukum terhadap pelanggaran IP tidak cukup kuat atau
konsisten. Kurangnya tindakan tegas dari otoritas hukum bisa membuat pelaku
merasa risiko tertangkap dan dihukum rendah.
5. Kesenjangan Harga dan Keterjangkauan
Produk asli yang
diproteksi oleh IP mungkin terlalu mahal atau sulit dijangkau oleh konsumen di
beberapa pasar. Hal ini mendorong permintaan untuk barang palsu atau tiruan
yang lebih murah.
6. Kebutuhan dan Permintaan Pasar
Pasar yang besar
untuk produk-produk tertentu, seperti barang-barang bermerek atau perangkat
lunak, bisa menciptakan insentif bagi pelanggaran IP untuk memenuhi permintaan
konsumen.
7. Persaingan Bisnis yang Ketat
Dalam industri
yang sangat kompetitif, beberapa perusahaan mungkin merasa terdorong untuk
melanggar IP pesaing mereka sebagai cara untuk tetap bertahan atau unggul dalam
persaingan.
8. Kurangnya Perlindungan Hukum
Di beberapa
yurisdiksi, perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual mungkin belum
memadai atau belum diterapkan dengan baik, sehingga pelanggaran IP menjadi
lebih umum.
Mengatasi penyebab-penyebab ini memerlukan
kombinasi dari upaya edukasi, penegakan hukum yang lebih efektif, kerjasama
internasional, dan penyediaan solusi yang lebih terjangkau untuk konsumen agar
mengurangi insentif bagi pelanggaran hak kekayaan intelektual..
3.3. Penanggulangan Intellectual Property
Penanggulangan pelanggaran hak kekayaan
intelektual (Intellectual Property, IP) memerlukan pendekatan yang komprehensif
dan terkoordinasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Berikut adalah
beberapa strategi dan langkah yang dapat diambil untuk menanggulangi
pelanggaran IP:
1. Penegakan Hukum yang Kuat
Pemerintah perlu
memastikan bahwa undang-undang hak kekayaan intelektual diterapkan secara
efektif. Ini termasuk memberikan pelatihan yang memadai kepada aparat penegak
hukum, hakim, dan jaksa tentang pentingnya hak kekayaan intelektual dan cara
menegakkannya.
2.
Kerjasama
Internasional
Pelanggaran IP
sering kali bersifat lintas batas, sehingga kerjasama internasional sangat
penting. Negara-negara perlu bekerja sama melalui perjanjian
internasional seperti Perjanjian TRIPS (Trade-Related Aspects of Intellectual
Property Rights) dan organisasi internasional seperti WIPO (World Intellectual
Property Organization).
3. Edukasi dan Kesadaran Publik
Meningkatkan
kesadaran tentang pentingnya hak kekayaan intelektual di kalangan masyarakat
umum, bisnis, dan kreator. Kampanye edukasi dapat membantu mengurangi
pelanggaran yang tidak disengaja dan mendorong penghargaan terhadap karya
kreatif.
4. Perlindungan Teknologi
Penggunaan
teknologi seperti enkripsi, watermarking, dan teknologi anti-pemalsuan dapat
membantu melindungi produk dan konten digital dari pelanggaran. Perusahaan juga
dapat menggunakan teknologi blockchain untuk melacak kepemilikan dan distribusi
produk.
5. Pengawasan dan Penindakan di Pasar
Pemerintah dan
organisasi terkait dapat melakukan pengawasan rutin di pasar fisik maupun
online untuk mendeteksi dan menindak produk-produk yang melanggar hak kekayaan
intelektual. Ini termasuk pengawasan di perbatasan untuk mencegah impor barang
palsu.
6. Kolaborasi dengan Industri
Pemerintah dan
lembaga penegak hukum dapat bekerja sama dengan industri untuk mengidentifikasi
dan menindak pelanggaran IP. Industri juga dapat membentuk asosiasi atau
kelompok kerja untuk berbagi informasi dan strategi penanggulangan pelanggaran.
7. Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Menyediakan
mekanisme yang efisien dan adil untuk penyelesaian sengketa IP, baik melalui
pengadilan maupun arbitrase, dapat membantu menangani pelanggaran dengan cepat
dan mencegah kerugian lebih lanjut bagi pemilik hak.
8. Perlindungan Paten dan Merek Dagang
Memperkuat sistem
pendaftaran paten dan merek dagang untuk memastikan bahwa hak kekayaan
intelektual didaftarkan dengan benar dan dilindungi dengan baik. Ini juga
termasuk mempercepat proses pendaftaran dan memperbaiki sistem database IP.
9. Insentif untuk Kepatuhan
Memberikan
insentif kepada perusahaan dan individu yang mematuhi undang-undang IP, seperti
sertifikasi, penghargaan, atau insentif pajak, dapat mendorong kepatuhan yang
lebih luas terhadap hak kekayaan intelektual.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara
terpadu, pelanggaran hak kekayaan intelektual dapat dikurangi, dan lingkungan
yang mendukung inovasi dan kreativitas dapat lebih dipertahankan.
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Dari makalah ini menyimpulkan bahwa:
1.
HKI
memainkan peran vital dalam perkembangan ekonomi dan teknologi, dengan
melindungi hasil kreativitas dan inovasi individu serta perusahaan.
2.
HKI
mencakup perlindungan hukum untuk karya cipta, merek dagang, paten, desain
industri, rahasia dagang, dan indikasi geografis.
3.
Kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi memudahkan akses dan distribusi karya
kreatif, namun juga meningkatkan risiko pembajakan dan pemalsuan.
4.
Pelanggaran
HKI menyebabkan kerugian finansial dan reputasi yang signifikan bagi pemegang
hak.
5.
Pelanggaran
HKI terjadi di seluruh dunia, baik di negara maju maupun berkembang, meskipun
ada upaya regulasi dan penegakan hukum.
6.
Tantangan
utama termasuk kurangnya kesadaran masyarakat, keterbatasan sumber daya
penegakan hukum, serta kompleksitas dan biaya tinggi dalam proses pendaftaran
dan perlindungan HKI.
7.
Perlindungan
HKI yang tidak memadai dapat mengurangi insentif untuk berinovasi dan
mengembangkan produk baru, yang penting dalam persaingan global.
8.
Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan strategi perlindungan HKI yang
efektif dan berkelanjutan.
4.2.Saran
Untuk mencegah intellectual property, perlu memperhatikan hal-hal berikut
ini:
1. Melakukan kampanye edukasi untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya HKI dan dampak
pelanggarannya.
2. Memperkuat penegakan hukum dengan
memberikan pelatihan kepada aparat terkait dan meningkatkan sumber daya yang
tersedia untuk menangani kasus pelanggaran HKI.
3. Menggunakan teknologi seperti enkripsi,
watermarking, dan blockchain untuk melacak dan melindungi hak kekayaan
intelektual secara lebih efektif.
4. Meningkatkan kerjasama internasional
melalui perjanjian dan organisasi global untuk menangani pelanggaran HKI lintas
batas.
5. Menyediakan mekanisme penyelesaian
sengketa yang cepat dan adil, baik melalui pengadilan maupun arbitrase.
6. Mempermudah proses pendaftaran dan
perlindungan HKI dengan mengurangi kompleksitas dan biaya, serta mempercepat
proses pendaftaran.
7. Memberikan insentif kepada perusahaan dan
individu yang berinovasi dan mematuhi undang-undang HKI, seperti sertifikasi,
penghargaan, atau insentif pajak.
8. Melakukan penelitian yang mendalam untuk
mengembangkan kebijakan dan strategi perlindungan HKI yang lebih efektif dan
berkelanjutan, guna mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan dan
inovasi.
DAFTAR PUSTAKA
Saiin, A., Armita, P., Rizki, M., & Hudiyani, Z. (2021).
Wakaf atas Royalti sebagai Hak Ekonomi dalam Intellectual Property Rights. Al-Awqaf:
Jurnal Wakaf Dan Ekonomi Islam, 12(2), 165–176.
https://doi.org/10.47411/al-awqaf.v12i2.65
Hasan, Z., Alfath,
M. R., Mahardika, A., Rizaldi, R., & Rizqullah, W. (2024). Peranan
Cyber Law Dalam Penanganan Tindak Pidana Di Indonesia. Jurnal Komunikasi, 2(5),
337–345.
Raodia, R. (2019). Pengaruh Perkembangan Teknologi Terhadap Terjadinya
Kejahatan Mayantara (Cybercrime). Jurisprudentie :
Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum, 6(2), 39. https://doi.org/10.24252/jurisprudentie.v6i2.11399
Suhaemin, A., & Muslih. (2023). Karakteristik Cybercrime di Indonesia. EduLaw : Journal of Islamic Law and
Yurisprudance, 5(2), 15–26.
Sutejo, H., Kiswanto, R. H.,
& Thamrin, R. M. . (2022).
Edukasi dan Sosialisasi CyberCrime Terhadap Keamanan Data Bagi Kalangan Guru
Tingkat Sekolah Menengah Pertama diKota Jayapura. CORISINDO: Seminar Nasional Penelitian Dan Pengabdian Kepada Msyarakat,
79–84.
Komentar
Posting Komentar